Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi. Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah.
Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptide Y NPY , sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan.
Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan. Mekanisme ini dirangsang oleh respon metabolic yang berpusat pada hipotalamus. Mekanisme neurohumoral ini dapat dibagi menjadi 3 komponen. Komponen utamanya adalah leptin dan adiponektin dari jaringan adiposa , ghrelin dari lambung , peptide YY dari ileum dan colon , serta insulin dari pankreas. Nukleus Arkuatus dalam hipotalamus Merupakan sistem yang memproses dan mengintegrasikan sinyal periferal dan menghasilkan sinyal eferen kepada 2 jenis neuron orde pertama, yaitu a POMC pro-opiomelanocortin dan CART cocaine and amphetamine-regulated transcripts neuron, b neuropeptida Y NPY dan AgRP Agouli-relate peptide.
Neuron orde pertama ini akan berkomunikasi dengan neuron orde kedua. Sistem Eferen Merupakan sistem yang menerima sinyal yang diberikan neuron orde pertama dari hipotalamus untuk mengontrol asupan makanan dan penggunaan energi. Hipotalamus juga berkomunikasi dengan otak depan dan otak tengah untuk mengontrol system saraf otonom.
Gambar 1. Pengaturan keseimbangan energy. Jaringan lemak menghsilkan sinyal aferen yang mengaktifkan hipotalamus untuk mengatur nafsu makan dan kekenyangan. Sinyal ini menurunkan intake makanan dan menghambat siklus anabolik, serta mengaktifkan pemakaian energi dan mengaktifkan siklus katabolik. Gambar 2. Jalur neurohumoral di hipotalamus yang mengatur keseimbangan energi.
Buka menu navigasi. Tutup saran Cari Cari. Pengaturan Pengguna. Lewati carousel. Karusel Sebelumnya. Karusel Berikutnya. Pada manusia, sel-sel lemak mengekspresi produk gen yang sama dengan gen UCP-2 pada tikus. Komplikasi Obesitas Obesitas dapat menimbulkan berbagai komplikasi serius yang akan menurunkan kualitas hidup, meningkatkan morbiditas dan kematian prematur, antara lain : 1. Sindrom Dismetabolik Dikenal juga dengan sindrom metabolik atau sindrom resistensi insulin atau sindrom X yang merupakan kumpulan faktor-faktor risiko metabolik untuk terjadinya Penyakit Jantung Koroner.
Gambaran sindrom ini meliputi : resistensi insulin disertai hiperinsulinemi gangguan toleransi glukosa diabetes melitus tipe 2 dislipidemi yang ditandai dengan hipertrigliseridemi dan kadar HDL kholesterol yang rendah hipertensi Faktor risiko metabolik lain berupa peningkatan kadar apolipoprotein B, partikel2 small dense LDL, dan PAI1 disertai dengan gangguan fibrinolisis dapat terjadi pada obesitas abdominal.
Sindrom dismetabolik biasanya terjadi pada individu dengan obesitas yang nyata, namun beberapa penelitian juga mendapatkan bahwa sindrom ini dapat terjadi pada individu dengan BB yang normal namun memiliki jumlah lemak abdominal yang berlebihan.
Patogenesis yang mendasari sindrom dismetabolik sampai saat ini belum jelas, namun terdapat hipotesis yang kuat bahwa resistensi insulin merupakan dasar patogenik yang umum. Risiko diabetes juga meningkat dengan meningkatnya berat badan selama masa remaja. Diantara laki-laki dan wanita umur 35 sampai 60 tahun, risiko diabetes 3 kali lebih besar pada kelompok yang mengalami penambahan berat badan seberat 5 sampai 10 kg sejak mereka berusia 18 sampai 20 tahun, dibandingkan dengan mereka yang hanya mengalami penambahan berat badan tidak lebih dari 2 kg.
Dislipidemi Obesitas disertai dengan abnormalitas lipid didalam serum, berupa hipertrigliseridemi, kadar HDL yang menurun dan peningkatan fraksi small dense LDL. Abnormalitas lipid ini terutama jelas terlihat pada individu dengan obesitas abdominal.
Disamping itu banyak studi yang membuktikan bahwa kadar kolesterol total dan kolesterol LDL mengalami peningkatan pada obesitas. Abnormalitas lipid yang menyertai obesitas merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya Penyakit Jantung Koroner.
Hipertensi Terdapat hubungan linear antara hipertensi dan Indeks Massa Tubuh. Risiko hipertensi juga meningkat dengan penambahan BB. Penyakit Jantung Koroner Risiko penyakit jantung koroner pada individu obes meningkat terutama pada individu dengan distribusi lemak abdominal yang dominan dan yang memiliki berat badan berlebih mulai usia dewasa muda.
Penyakit Tromboemboli dan Serebrovaskular Risiko terjadinya stroke iskemik fatal dan non fatal 2 kali lebih tinggi pada individu obes dibandingkan individu kurus dan akan meningkat secara progresif dengan pertambahan IMT.
Risiko terjadinya stasis vena, trombosis vena dalam dan emboli paru juga meningkat pada obesitas, terutama pada individu dengan obesitas abdominal.
Penyakit trombosis vena ekstremitas bawah dapat terjadi akibat meningkatnya tekanan intraabdominal, gangguan fibrinolisis dan peningkatan mediator2 inflamasi. Batu empedu Obesitas disertai dengan meningkatnya produksi kolesterol didalam empedu, disertai supersaturasi cairan empedu dan tingginya insiden batu empedu, terutama batu empedu yang mengandung kolesterol.
Kanker Obesitas pada laki-laki disertai dengan angka kematian yang tinggi akibat kanker, termasuk kanker esofagus, kolon, rektum, pankreas, hati dan prostat; sedangkan obesitas pada wanita disertai dengan angka kematian yang tinggi akibat kanker kantong empedu, saluran empedu, payudara, endometrium, cervix uteri dan ovarium. Penyakit tulang, sendi dan kulit Obesitas disertai dengan peningkatan risiko osteoartritis, yang terjadi akibat beban berat badan yang disanggah oleh persendian.
Diantara kelainan kulit yang menyertai obesitas adalah acanthosis nigricans, yang ditandai dengan penebalan kulit yang kehitaman dari lipatan kulit didaerah leher, siku dan ruang interfalang dorsal. Acanthosis nigricans menunjukkan beratnya resistensi insulin dan akan berkurang dengan penurunan berat badan. Disamping itu stasis vena meningkat pada individu obes. Obstructive Sleep Apnea OSA Obstructive sleep apnea OSA merupakan kelainan pernafasan pada saat tidur, dimana terjadi penurunan aliran udara pada saat bernafas yang akan menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnia.
Periode apnoe atau hipopnoe okstruktif ini disebabkan karena penutupan sempurna atau sebagian dari aliran udara faring. Hal ini terjadi karena otot2 dibelakang lidah mengalami relaksasi pada saat tidur. Keadaan ini akan menyebabkan penurunan saturasi oksigen didalam darah sehingga dapat terjadi hipoksemia dan hiperkapnia.
Obstructive sleep apnea ditandai dengan mendengkur snoring yang dapat terjadi berulang-ulang selama tidur. Pasien biasanya disertai rasa mengantuk pada siang hari.
Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan bahwa IMT tidak dapat menunjukkan derajat kegemukan yang sama pada populasi yang berbeda. Pada tahun , WHO mengajukan klasifikasi BB berlebih dan obesitas pada orang dewasa untuk populasi orang Barat, sebagai berikut : Screen Shot at 3.
Klasifikasi berat badan menurut WHO untuk populasi orang barat. Klasifikasi berat badan dihubungkan dengan risiko ko-morbiditas berdasarkan lingkar pinggang untuk populasi penduduk Asia. Pengukuran antropometrik yang lain sering dipergunakan bersamaan dengan pengukuran IMT dan dihubungkan dengan penilaian risiko kardiovaskular, yaitu pengukuran lingkar pinggang waist circumference dan ratio lingkar pinggang dan pinggul waist hip ratio.
Obesitas sentral dinilai melalui pengukuran lingkar pinggang dan ratio lingkar pinggang dan pinggul diikuti pengukuran manifestasi sindrom metabolik lain seperti tekanan darah, kadar glukosa darah, profil lipid, kadar insulin dan albuminuria.
Pada wanita kelebihan lemak tubuh biasanya tersebar sebagai lemak subkutan di daerah paha, bokong dan payudara, sementara pada laki-laki kelebihan lemak tubuh terutama tersimpan didalam rongga abdomen sebagai lemak subkutan abdominal. Simpulan Obesitas merupakan kelainan metabolisme yang kompleks dan bersifat multifaktorial, memberikan dampak negatif bagi kesehatan karena berbagai komplikasi yang diakibatkannya.
Penelitian dalam fisiologi dan patofisiologi obesitas diharapkan dapat membuka peluang pengembangan strategi pencegahan dan penatalaksanaan terhadap obesitas. Obesity: An overview on its current perspectives and treatment options. Nutrition Journal ; Redinger RN. Panigrahi TG, et.
Obesity : Pathophysiology and Clinical Management. Curr Med Chemist ; Williams Textbook of Endocrinology, 12 th ed. Philadelphia: Elsevier ; pp Obesitas Makalah By Nadiah Ghaisani.
Obesitas By Nadiah Ghaisani. Obesitas fk ui By Eli S. Pada masa anak-anak dan dewasa, asupan energy bergantung pada diet seseorang. Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Pengaturankeseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu:pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi, dan regulasisekresi hormon.
Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen yang berpusat di hipotalamus setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer jaringanadipose, usus dan jaringan otot. Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik meningkatkan rasalapar serta menurunkan pengeluaran energi dan dapat pula bersifat katabolik anoreksia,meningkatkan pengeluaran energi dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dansinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, sertaberhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankanoleh kolesistokinin CCK sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar.
Sinyal panjangdiperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dankeseimbangan energi. Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposameningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudianmerangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptide— Y NPY , sehingga terjadi penurunan nafsu makan.
0コメント